- “Anak TK dan SD saja sudah bisa internetan…”
- TIK / KKPI bisa integratif (terintegrasi) dengan mata pelajaran lain
- Pembelajaran sudah seharusnya berbasis TIK (alat bantu guru dalam mengajar), bukan TIK/KKPI sebagai Mata Pelajaran khusus yang harus diajarkan
- Jika TIK/KKPI masuk struktur kurikulum nasional maka pemerintah berkewajiban menyediakan Laboratorium Komputer untuk seluruh sekolah di Indonesia, dan pemerintah tidak sanggup untuk mengadakannya
- Banyak sekolah yang belum teraliri LISTRIK, jadi TIK/KKPI tidak akan bisa diajarkan juga disekolah
PERTANYAANNYA
TIK dihapus karena anak SD sudah bisa pake komputer...
Lalu
Anak SD juga sudah bisa Bahasa Indonesia...
Tapi
Kenapa pelajaran Bahasa Indonesia tidak dihapus?
Seharusnya pembelajaran abad 21 mengikuti perkembangan zaman. Anehnya pelajaran TIK baru dipraktekan di Indonesia tahun 2006 lalu tiba-tiba dihapus tahun 2013. Jikalau anak SD masih main-main dalam menggunakan komputer, kenapa tidak diserahkan pelajaran TIK ke jenjang yang lebih tinggi?
Apakah Pemerintah sudah memperhitungkan matang-matang nasib pelajar yang ahli di bidang TIK yang ingin ke bangku perguruan tinggi bidang IT?
Sudah selayaknya Pemerintah untuk kembali "membuka" pelajaran TIK di Kurikulum 2013.
Jika tidak itu sama saja "membunuh" jutaan orang yang bekerja di bidang IT/TIK, baik Guru TIK, Pelajar, dan pihak-pihak yang terkait.
Kapan dunia IPTEK di Indonesia bisa maju???
Guru TIK tuntut
pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah
March 20, 2014
at 10:55 am
Enricko Lukman
Share
15
64
0
0
0
79 SHARES
Share on Facebook Tweet on Twitter
TIK head
Beberapa dari Anda pasti sudah tahu bahwa sekolah di Indonesia sudah
tidak lagi mengajarkan pelajaran TIK di kurikulumnya sejak Juli lalu.
Keputusan tersebut menyulut protes masyarakat yang yakin bahwa
kementerian pendidikan dan kebudayaan telah membuat kesalahan besar
karena telah “mencabut” mata pelajaran TIK di kurikulum barunya.
Kurikulum itu sendiri sudah hampir berumur satu tahun, dan Asosiasi Guru
TIK dan KPPI Nasional (Agtikknas) yang baru saja terbentuk ingin agar
pemerintah mengubah kurikulum ini secepat mungkin dan mengembalikan mata
pelajaran TIK ke sekolah-sekolah.
Firman Oktora, chairman Agtikknas, menjelaskan bahwa pemerintah sedang
berupaya melakukan itu. Meskipun mata pelajaran TIK tetap tidak akan
menjadi satu mata pelajaran tersendiri, pemerintah mendorong sekolah
agar mengijinkan siswanya melakukan riset online di dalam kelas. Tapi
Firman yakin bahwa pemerintah sebaiknya mengubah isi dari mata pelajaran
TIK menjadi lebih relevan — seperti halnya yang dilakukan oleh negara
lain — bukan mencabutnya dari kurikulum.
Mata pelajaran TIK tidak relevan?
Firman setuju bahwa kebanyakan kurikulum mata pelajaran TIK sudah tidak
lagi relevan — di 2013, kurikulum mata pelajaran ini tidak pernah
diperbarui selama tujuh tahun. Tahun 2006 lalu, siswa belum terbiasa
dengan komputer, sehingga kelas TIK mengajari siswa bagaimana cara
menyalakan komputer, menggunakan Microsoft Office, dan memahami
alat-alat desain grafis dasar.
Sekarang, saat kebanyakan siswa sudah tahu bagaimana cara menggunakan
internet dan software, mata pelajaran TIK yang seperti itu menjadi tidak
perlu. Pemerintah bisa memperbaiki itu dengan memindahkan materi yang
tidak relevan tersebut ke mata pelajaran lain sambil memperbarui
kurikulum mata pelajaran TIK.
(Baca juga: 30 juta pengguna internet di Indonesia adalah remaja)
Beberapa perubahan yang diinginkan Firman dan Agtikknas antara lain
fokus pada etika dan bahaya dalam menggunakan internet. “Ada banyak
penipuan online yang terjadi di luar sana, dan siswa harus tahu akan hal
itu.”
Jika tidak, daripada belajar Microsoft Powerpoint, siswa bisa belajar
bagaimana cara membuat slide presentasi yang baik untuk mempresentasikan
idenya. Siswa juga bisa berlatih merilis artikel di blog atau membuat
media digital. Semuanya bertujuan untuk membentuk siswa menjadi
pencipta, bukan hanya sekedar pengguna, dan itu mengharuskan siswa
mengembangkan beberapa keahlian tertentu.
Perbedaan antar sekolah
Kurikulum mata pelajaran TIK yang lama bukan hanya tidak relevan dan
kuno. Karena memang bisa dikelola asal punya sumber daya yang cukup,
sekolah dengan sumber daya IT yang cukup bisa menawarkan kualitas
pelajaran TIK yang lebih baik daripada sekolah yang kekurangan sumber
daya. Beberapa sekolah unggulan bahkan sudah mengajarkan pemrograman
dasar kepada siswanya, sementara sekolah lain masih harus berkutat
dengan Microsoft Word.
Sekarang ini, meskipun tidak lagi wajib diajarkan, sekolah-sekolah
unggulan tetap memberikan mata pelajaran TIK kepada siswanya. Sementara
sekolah lain tetap mengikuti kurikulum yang ada dan tidak mengajarkan
TIK ataupun keahlian komputer apa-apa pada siswanya.
Meskipun sekolah di kota besar memiliki infrastruktur komputer yang
bagus, beberapa sekolah di daerah terpencil masih tidak memiliki
infrastruktur yang sama. Seharusnya, merekalah yang paling memerlukan
pendidikan teknologi, karena mereka mungkin bahkan tidak memiliki
smartphone ataupun laptop sebagai media untuk belajar sendiri di luar
sekolah.
Ada juga beberapa guru yang meskipun tidak layak, tapi tetap mengajarkan
TIK di beberapa sekolah. Ini bukan sekedar guru TIK yang memang tidak
kompeten. Beberapa guru mata pelajaran lain seperti guru kesenian bahkan
mengajarkan TIK di sekolahnya. Pemerintah perlu memberikan keahlian
yang diperlukan kepada guru agar bisa mengajari siswanya dengan baik.
Tapi, kali pertama dan terakhir mereka melakukan itu, menurut Firman,
adalah di tahun 2011.
Terus maju
Muhammad Nuh
Sumber: CiriCara
Agtikknas baru terbentuk dua tahun lalu dan sejauh ini sudah memiliki
3.000 anggota. Organisasi ini sudah berusaha mengundang menteri
pendidikan dan kebudayaan Muhammad Nuh untuk membahas hal ini di meetup
pertama Agtikknas di bulan Januari. Tapi mereka “berhalangan untuk
hadir”. Kementerian ini juga tidak memberi respon apa-apa terhadap
kekhawatiran dari Agtikknas.
Tapi Agtikknas sekarang punya teman yang bekerja di DPR. Beberapa
anggota DPR di divisi pendidikan sudah mendengarkan aspirasi dari
Agtikknas dan setuju pada kekhawatiran mereka. Mereka akan mengadakan
rapat di bulan Mei nanti, dan Firman berharap mereka juga bisa
berpartisipasi.
Selain TIK, ada juga kekhawatiran lain mengenai kurikulum ini dimana
mata pelajaran seperti IPA dan IPS juga dicabut di semua tingkatan
sekolah. Keduanya sekarang “terintegrasi” dalam mata pelajaran lain
seperti matematika dan penjaskes. Bahasa Inggris tidak lagi menjadi mata
pelajaran wajib di sekolah dasar dan menjadi kegiatan ekstrakurikuler.
Ini tentu kemunduran pada sistem pendidikan Indonesia. Di saat negara
tetangga seperti Singapura malah mulai mengajarkan pemrograman pada
siswa sekolah dasarnya, sekolah Indonesia malah tampak semakin “kuno”.
Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Guru TIK tuntut
pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah
March 20, 2014
at 10:55 am
Enricko Lukman
Share
15
64
0
0
0
79 SHARES
Share on Facebook Tweet on Twitter
TIK head
Beberapa dari Anda pasti sudah tahu bahwa sekolah di Indonesia sudah
tidak lagi mengajarkan pelajaran TIK di kurikulumnya sejak Juli lalu.
Keputusan tersebut menyulut protes masyarakat yang yakin bahwa
kementerian pendidikan dan kebudayaan telah membuat kesalahan besar
karena telah “mencabut” mata pelajaran TIK di kurikulum barunya.
Kurikulum itu sendiri sudah hampir berumur satu tahun, dan Asosiasi Guru
TIK dan KPPI Nasional (Agtikknas) yang baru saja terbentuk ingin agar
pemerintah mengubah kurikulum ini secepat mungkin dan mengembalikan mata
pelajaran TIK ke sekolah-sekolah.
Firman Oktora, chairman Agtikknas, menjelaskan bahwa pemerintah sedang
berupaya melakukan itu. Meskipun mata pelajaran TIK tetap tidak akan
menjadi satu mata pelajaran tersendiri, pemerintah mendorong sekolah
agar mengijinkan siswanya melakukan riset online di dalam kelas. Tapi
Firman yakin bahwa pemerintah sebaiknya mengubah isi dari mata pelajaran
TIK menjadi lebih relevan — seperti halnya yang dilakukan oleh negara
lain — bukan mencabutnya dari kurikulum.
Mata pelajaran TIK tidak relevan?
Firman setuju bahwa kebanyakan kurikulum mata pelajaran TIK sudah tidak
lagi relevan — di 2013, kurikulum mata pelajaran ini tidak pernah
diperbarui selama tujuh tahun. Tahun 2006 lalu, siswa belum terbiasa
dengan komputer, sehingga kelas TIK mengajari siswa bagaimana cara
menyalakan komputer, menggunakan Microsoft Office, dan memahami
alat-alat desain grafis dasar.
Sekarang, saat kebanyakan siswa sudah tahu bagaimana cara menggunakan
internet dan software, mata pelajaran TIK yang seperti itu menjadi tidak
perlu. Pemerintah bisa memperbaiki itu dengan memindahkan materi yang
tidak relevan tersebut ke mata pelajaran lain sambil memperbarui
kurikulum mata pelajaran TIK.
(Baca juga: 30 juta pengguna internet di Indonesia adalah remaja)
Beberapa perubahan yang diinginkan Firman dan Agtikknas antara lain
fokus pada etika dan bahaya dalam menggunakan internet. “Ada banyak
penipuan online yang terjadi di luar sana, dan siswa harus tahu akan hal
itu.”
Jika tidak, daripada belajar Microsoft Powerpoint, siswa bisa belajar
bagaimana cara membuat slide presentasi yang baik untuk mempresentasikan
idenya. Siswa juga bisa berlatih merilis artikel di blog atau membuat
media digital. Semuanya bertujuan untuk membentuk siswa menjadi
pencipta, bukan hanya sekedar pengguna, dan itu mengharuskan siswa
mengembangkan beberapa keahlian tertentu.
Perbedaan antar sekolah
Kurikulum mata pelajaran TIK yang lama bukan hanya tidak relevan dan
kuno. Karena memang bisa dikelola asal punya sumber daya yang cukup,
sekolah dengan sumber daya IT yang cukup bisa menawarkan kualitas
pelajaran TIK yang lebih baik daripada sekolah yang kekurangan sumber
daya. Beberapa sekolah unggulan bahkan sudah mengajarkan pemrograman
dasar kepada siswanya, sementara sekolah lain masih harus berkutat
dengan Microsoft Word.
Sekarang ini, meskipun tidak lagi wajib diajarkan, sekolah-sekolah
unggulan tetap memberikan mata pelajaran TIK kepada siswanya. Sementara
sekolah lain tetap mengikuti kurikulum yang ada dan tidak mengajarkan
TIK ataupun keahlian komputer apa-apa pada siswanya.
Meskipun sekolah di kota besar memiliki infrastruktur komputer yang
bagus, beberapa sekolah di daerah terpencil masih tidak memiliki
infrastruktur yang sama. Seharusnya, merekalah yang paling memerlukan
pendidikan teknologi, karena mereka mungkin bahkan tidak memiliki
smartphone ataupun laptop sebagai media untuk belajar sendiri di luar
sekolah.
Ada juga beberapa guru yang meskipun tidak layak, tapi tetap mengajarkan
TIK di beberapa sekolah. Ini bukan sekedar guru TIK yang memang tidak
kompeten. Beberapa guru mata pelajaran lain seperti guru kesenian bahkan
mengajarkan TIK di sekolahnya. Pemerintah perlu memberikan keahlian
yang diperlukan kepada guru agar bisa mengajari siswanya dengan baik.
Tapi, kali pertama dan terakhir mereka melakukan itu, menurut Firman,
adalah di tahun 2011.
Terus maju
Muhammad Nuh
Sumber: CiriCara
Agtikknas baru terbentuk dua tahun lalu dan sejauh ini sudah memiliki
3.000 anggota. Organisasi ini sudah berusaha mengundang menteri
pendidikan dan kebudayaan Muhammad Nuh untuk membahas hal ini di meetup
pertama Agtikknas di bulan Januari. Tapi mereka “berhalangan untuk
hadir”. Kementerian ini juga tidak memberi respon apa-apa terhadap
kekhawatiran dari Agtikknas.
Tapi Agtikknas sekarang punya teman yang bekerja di DPR. Beberapa
anggota DPR di divisi pendidikan sudah mendengarkan aspirasi dari
Agtikknas dan setuju pada kekhawatiran mereka. Mereka akan mengadakan
rapat di bulan Mei nanti, dan Firman berharap mereka juga bisa
berpartisipasi.
Selain TIK, ada juga kekhawatiran lain mengenai kurikulum ini dimana
mata pelajaran seperti IPA dan IPS juga dicabut di semua tingkatan
sekolah. Keduanya sekarang “terintegrasi” dalam mata pelajaran lain
seperti matematika dan penjaskes. Bahasa Inggris tidak lagi menjadi mata
pelajaran wajib di sekolah dasar dan menjadi kegiatan ekstrakurikuler.
Ini tentu kemunduran pada sistem pendidikan Indonesia. Di saat negara
tetangga seperti Singapura malah mulai mengajarkan pemrograman pada
siswa sekolah dasarnya, sekolah Indonesia malah tampak semakin “kuno”.
Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Guru TIK tuntut
pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah
March 20, 2014
at 10:55 am
Enricko Lukman
Share
15
64
0
0
0
79 SHARES
Share on Facebook Tweet on Twitter
TIK head
Beberapa dari Anda pasti sudah tahu bahwa sekolah di Indonesia sudah
tidak lagi mengajarkan pelajaran TIK di kurikulumnya sejak Juli lalu.
Keputusan tersebut menyulut protes masyarakat yang yakin bahwa
kementerian pendidikan dan kebudayaan telah membuat kesalahan besar
karena telah “mencabut” mata pelajaran TIK di kurikulum barunya.
Kurikulum itu sendiri sudah hampir berumur satu tahun, dan Asosiasi Guru
TIK dan KPPI Nasional (Agtikknas) yang baru saja terbentuk ingin agar
pemerintah mengubah kurikulum ini secepat mungkin dan mengembalikan mata
pelajaran TIK ke sekolah-sekolah.
Firman Oktora, chairman Agtikknas, menjelaskan bahwa pemerintah sedang
berupaya melakukan itu. Meskipun mata pelajaran TIK tetap tidak akan
menjadi satu mata pelajaran tersendiri, pemerintah mendorong sekolah
agar mengijinkan siswanya melakukan riset online di dalam kelas. Tapi
Firman yakin bahwa pemerintah sebaiknya mengubah isi dari mata pelajaran
TIK menjadi lebih relevan — seperti halnya yang dilakukan oleh negara
lain — bukan mencabutnya dari kurikulum.
Mata pelajaran TIK tidak relevan?
Firman setuju bahwa kebanyakan kurikulum mata pelajaran TIK sudah tidak
lagi relevan — di 2013, kurikulum mata pelajaran ini tidak pernah
diperbarui selama tujuh tahun. Tahun 2006 lalu, siswa belum terbiasa
dengan komputer, sehingga kelas TIK mengajari siswa bagaimana cara
menyalakan komputer, menggunakan Microsoft Office, dan memahami
alat-alat desain grafis dasar.
Sekarang, saat kebanyakan siswa sudah tahu bagaimana cara menggunakan
internet dan software, mata pelajaran TIK yang seperti itu menjadi tidak
perlu. Pemerintah bisa memperbaiki itu dengan memindahkan materi yang
tidak relevan tersebut ke mata pelajaran lain sambil memperbarui
kurikulum mata pelajaran TIK.
(Baca juga: 30 juta pengguna internet di Indonesia adalah remaja)
Beberapa perubahan yang diinginkan Firman dan Agtikknas antara lain
fokus pada etika dan bahaya dalam menggunakan internet. “Ada banyak
penipuan online yang terjadi di luar sana, dan siswa harus tahu akan hal
itu.”
Jika tidak, daripada belajar Microsoft Powerpoint, siswa bisa belajar
bagaimana cara membuat slide presentasi yang baik untuk mempresentasikan
idenya. Siswa juga bisa berlatih merilis artikel di blog atau membuat
media digital. Semuanya bertujuan untuk membentuk siswa menjadi
pencipta, bukan hanya sekedar pengguna, dan itu mengharuskan siswa
mengembangkan beberapa keahlian tertentu.
Perbedaan antar sekolah
Kurikulum mata pelajaran TIK yang lama bukan hanya tidak relevan dan
kuno. Karena memang bisa dikelola asal punya sumber daya yang cukup,
sekolah dengan sumber daya IT yang cukup bisa menawarkan kualitas
pelajaran TIK yang lebih baik daripada sekolah yang kekurangan sumber
daya. Beberapa sekolah unggulan bahkan sudah mengajarkan pemrograman
dasar kepada siswanya, sementara sekolah lain masih harus berkutat
dengan Microsoft Word.
Sekarang ini, meskipun tidak lagi wajib diajarkan, sekolah-sekolah
unggulan tetap memberikan mata pelajaran TIK kepada siswanya. Sementara
sekolah lain tetap mengikuti kurikulum yang ada dan tidak mengajarkan
TIK ataupun keahlian komputer apa-apa pada siswanya.
Meskipun sekolah di kota besar memiliki infrastruktur komputer yang
bagus, beberapa sekolah di daerah terpencil masih tidak memiliki
infrastruktur yang sama. Seharusnya, merekalah yang paling memerlukan
pendidikan teknologi, karena mereka mungkin bahkan tidak memiliki
smartphone ataupun laptop sebagai media untuk belajar sendiri di luar
sekolah.
Ada juga beberapa guru yang meskipun tidak layak, tapi tetap mengajarkan
TIK di beberapa sekolah. Ini bukan sekedar guru TIK yang memang tidak
kompeten. Beberapa guru mata pelajaran lain seperti guru kesenian bahkan
mengajarkan TIK di sekolahnya. Pemerintah perlu memberikan keahlian
yang diperlukan kepada guru agar bisa mengajari siswanya dengan baik.
Tapi, kali pertama dan terakhir mereka melakukan itu, menurut Firman,
adalah di tahun 2011.
Terus maju
Muhammad Nuh
Sumber: CiriCara
Agtikknas baru terbentuk dua tahun lalu dan sejauh ini sudah memiliki
3.000 anggota. Organisasi ini sudah berusaha mengundang menteri
pendidikan dan kebudayaan Muhammad Nuh untuk membahas hal ini di meetup
pertama Agtikknas di bulan Januari. Tapi mereka “berhalangan untuk
hadir”. Kementerian ini juga tidak memberi respon apa-apa terhadap
kekhawatiran dari Agtikknas.
Tapi Agtikknas sekarang punya teman yang bekerja di DPR. Beberapa
anggota DPR di divisi pendidikan sudah mendengarkan aspirasi dari
Agtikknas dan setuju pada kekhawatiran mereka. Mereka akan mengadakan
rapat di bulan Mei nanti, dan Firman berharap mereka juga bisa
berpartisipasi.
Selain TIK, ada juga kekhawatiran lain mengenai kurikulum ini dimana
mata pelajaran seperti IPA dan IPS juga dicabut di semua tingkatan
sekolah. Keduanya sekarang “terintegrasi” dalam mata pelajaran lain
seperti matematika dan penjaskes. Bahasa Inggris tidak lagi menjadi mata
pelajaran wajib di sekolah dasar dan menjadi kegiatan ekstrakurikuler.
Ini tentu kemunduran pada sistem pendidikan Indonesia. Di saat negara
tetangga seperti Singapura malah mulai mengajarkan pemrograman pada
siswa sekolah dasarnya, sekolah Indonesia malah tampak semakin “kuno”.
Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Guru TIK tuntut
pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah
March 20, 2014
at 10:55 am
Enricko Lukman
Share
15
64
0
0
0
79 SHARES
Share on Facebook Tweet on Twitter
TIK head
Beberapa dari Anda pasti sudah tahu bahwa sekolah di Indonesia sudah
tidak lagi mengajarkan pelajaran TIK di kurikulumnya sejak Juli lalu.
Keputusan tersebut menyulut protes masyarakat yang yakin bahwa
kementerian pendidikan dan kebudayaan telah membuat kesalahan besar
karena telah “mencabut” mata pelajaran TIK di kurikulum barunya.
Kurikulum itu sendiri sudah hampir berumur satu tahun, dan Asosiasi Guru
TIK dan KPPI Nasional (Agtikknas) yang baru saja terbentuk ingin agar
pemerintah mengubah kurikulum ini secepat mungkin dan mengembalikan mata
pelajaran TIK ke sekolah-sekolah.
Firman Oktora, chairman Agtikknas, menjelaskan bahwa pemerintah sedang
berupaya melakukan itu. Meskipun mata pelajaran TIK tetap tidak akan
menjadi satu mata pelajaran tersendiri, pemerintah mendorong sekolah
agar mengijinkan siswanya melakukan riset online di dalam kelas. Tapi
Firman yakin bahwa pemerintah sebaiknya mengubah isi dari mata pelajaran
TIK menjadi lebih relevan — seperti halnya yang dilakukan oleh negara
lain — bukan mencabutnya dari kurikulum.
Mata pelajaran TIK tidak relevan?
Firman setuju bahwa kebanyakan kurikulum mata pelajaran TIK sudah tidak
lagi relevan — di 2013, kurikulum mata pelajaran ini tidak pernah
diperbarui selama tujuh tahun. Tahun 2006 lalu, siswa belum terbiasa
dengan komputer, sehingga kelas TIK mengajari siswa bagaimana cara
menyalakan komputer, menggunakan Microsoft Office, dan memahami
alat-alat desain grafis dasar.
Sekarang, saat kebanyakan siswa sudah tahu bagaimana cara menggunakan
internet dan software, mata pelajaran TIK yang seperti itu menjadi tidak
perlu. Pemerintah bisa memperbaiki itu dengan memindahkan materi yang
tidak relevan tersebut ke mata pelajaran lain sambil memperbarui
kurikulum mata pelajaran TIK.
(Baca juga: 30 juta pengguna internet di Indonesia adalah remaja)
Beberapa perubahan yang diinginkan Firman dan Agtikknas antara lain
fokus pada etika dan bahaya dalam menggunakan internet. “Ada banyak
penipuan online yang terjadi di luar sana, dan siswa harus tahu akan hal
itu.”
Jika tidak, daripada belajar Microsoft Powerpoint, siswa bisa belajar
bagaimana cara membuat slide presentasi yang baik untuk mempresentasikan
idenya. Siswa juga bisa berlatih merilis artikel di blog atau membuat
media digital. Semuanya bertujuan untuk membentuk siswa menjadi
pencipta, bukan hanya sekedar pengguna, dan itu mengharuskan siswa
mengembangkan beberapa keahlian tertentu.
Perbedaan antar sekolah
Kurikulum mata pelajaran TIK yang lama bukan hanya tidak relevan dan
kuno. Karena memang bisa dikelola asal punya sumber daya yang cukup,
sekolah dengan sumber daya IT yang cukup bisa menawarkan kualitas
pelajaran TIK yang lebih baik daripada sekolah yang kekurangan sumber
daya. Beberapa sekolah unggulan bahkan sudah mengajarkan pemrograman
dasar kepada siswanya, sementara sekolah lain masih harus berkutat
dengan Microsoft Word.
Sekarang ini, meskipun tidak lagi wajib diajarkan, sekolah-sekolah
unggulan tetap memberikan mata pelajaran TIK kepada siswanya. Sementara
sekolah lain tetap mengikuti kurikulum yang ada dan tidak mengajarkan
TIK ataupun keahlian komputer apa-apa pada siswanya.
Meskipun sekolah di kota besar memiliki infrastruktur komputer yang
bagus, beberapa sekolah di daerah terpencil masih tidak memiliki
infrastruktur yang sama. Seharusnya, merekalah yang paling memerlukan
pendidikan teknologi, karena mereka mungkin bahkan tidak memiliki
smartphone ataupun laptop sebagai media untuk belajar sendiri di luar
sekolah.
Ada juga beberapa guru yang meskipun tidak layak, tapi tetap mengajarkan
TIK di beberapa sekolah. Ini bukan sekedar guru TIK yang memang tidak
kompeten. Beberapa guru mata pelajaran lain seperti guru kesenian bahkan
mengajarkan TIK di sekolahnya. Pemerintah perlu memberikan keahlian
yang diperlukan kepada guru agar bisa mengajari siswanya dengan baik.
Tapi, kali pertama dan terakhir mereka melakukan itu, menurut Firman,
adalah di tahun 2011.
Terus maju
Muhammad Nuh
Sumber: CiriCara
Agtikknas baru terbentuk dua tahun lalu dan sejauh ini sudah memiliki
3.000 anggota. Organisasi ini sudah berusaha mengundang menteri
pendidikan dan kebudayaan Muhammad Nuh untuk membahas hal ini di meetup
pertama Agtikknas di bulan Januari. Tapi mereka “berhalangan untuk
hadir”. Kementerian ini juga tidak memberi respon apa-apa terhadap
kekhawatiran dari Agtikknas.
Tapi Agtikknas sekarang punya teman yang bekerja di DPR. Beberapa
anggota DPR di divisi pendidikan sudah mendengarkan aspirasi dari
Agtikknas dan setuju pada kekhawatiran mereka. Mereka akan mengadakan
rapat di bulan Mei nanti, dan Firman berharap mereka juga bisa
berpartisipasi.
Selain TIK, ada juga kekhawatiran lain mengenai kurikulum ini dimana
mata pelajaran seperti IPA dan IPS juga dicabut di semua tingkatan
sekolah. Keduanya sekarang “terintegrasi” dalam mata pelajaran lain
seperti matematika dan penjaskes. Bahasa Inggris tidak lagi menjadi mata
pelajaran wajib di sekolah dasar dan menjadi kegiatan ekstrakurikuler.
Ini tentu kemunduran pada sistem pendidikan Indonesia. Di saat negara
tetangga seperti Singapura malah mulai mengajarkan pemrograman pada
siswa sekolah dasarnya, sekolah Indonesia malah tampak semakin “kuno”.
Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Guru TIK tuntut
pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah
March 20, 2014
at 10:55 am
Enricko Lukman
Share
15
64
0
0
0
79 SHARES
Share on Facebook Tweet on Twitter
TIK head
Beberapa dari Anda pasti sudah tahu bahwa sekolah di Indonesia sudah
tidak lagi mengajarkan pelajaran TIK di kurikulumnya sejak Juli lalu.
Keputusan tersebut menyulut protes masyarakat yang yakin bahwa
kementerian pendidikan dan kebudayaan telah membuat kesalahan besar
karena telah “mencabut” mata pelajaran TIK di kurikulum barunya.
Kurikulum itu sendiri sudah hampir berumur satu tahun, dan Asosiasi Guru
TIK dan KPPI Nasional (Agtikknas) yang baru saja terbentuk ingin agar
pemerintah mengubah kurikulum ini secepat mungkin dan mengembalikan mata
pelajaran TIK ke sekolah-sekolah.
Firman Oktora, chairman Agtikknas, menjelaskan bahwa pemerintah sedang
berupaya melakukan itu. Meskipun mata pelajaran TIK tetap tidak akan
menjadi satu mata pelajaran tersendiri, pemerintah mendorong sekolah
agar mengijinkan siswanya melakukan riset online di dalam kelas. Tapi
Firman yakin bahwa pemerintah sebaiknya mengubah isi dari mata pelajaran
TIK menjadi lebih relevan — seperti halnya yang dilakukan oleh negara
lain — bukan mencabutnya dari kurikulum.
Mata pelajaran TIK tidak relevan?
Firman setuju bahwa kebanyakan kurikulum mata pelajaran TIK sudah tidak
lagi relevan — di 2013, kurikulum mata pelajaran ini tidak pernah
diperbarui selama tujuh tahun. Tahun 2006 lalu, siswa belum terbiasa
dengan komputer, sehingga kelas TIK mengajari siswa bagaimana cara
menyalakan komputer, menggunakan Microsoft Office, dan memahami
alat-alat desain grafis dasar.
Sekarang, saat kebanyakan siswa sudah tahu bagaimana cara menggunakan
internet dan software, mata pelajaran TIK yang seperti itu menjadi tidak
perlu. Pemerintah bisa memperbaiki itu dengan memindahkan materi yang
tidak relevan tersebut ke mata pelajaran lain sambil memperbarui
kurikulum mata pelajaran TIK.
(Baca juga: 30 juta pengguna internet di Indonesia adalah remaja)
Beberapa perubahan yang diinginkan Firman dan Agtikknas antara lain
fokus pada etika dan bahaya dalam menggunakan internet. “Ada banyak
penipuan online yang terjadi di luar sana, dan siswa harus tahu akan hal
itu.”
Jika tidak, daripada belajar Microsoft Powerpoint, siswa bisa belajar
bagaimana cara membuat slide presentasi yang baik untuk mempresentasikan
idenya. Siswa juga bisa berlatih merilis artikel di blog atau membuat
media digital. Semuanya bertujuan untuk membentuk siswa menjadi
pencipta, bukan hanya sekedar pengguna, dan itu mengharuskan siswa
mengembangkan beberapa keahlian tertentu.
Perbedaan antar sekolah
Kurikulum mata pelajaran TIK yang lama bukan hanya tidak relevan dan
kuno. Karena memang bisa dikelola asal punya sumber daya yang cukup,
sekolah dengan sumber daya IT yang cukup bisa menawarkan kualitas
pelajaran TIK yang lebih baik daripada sekolah yang kekurangan sumber
daya. Beberapa sekolah unggulan bahkan sudah mengajarkan pemrograman
dasar kepada siswanya, sementara sekolah lain masih harus berkutat
dengan Microsoft Word.
Sekarang ini, meskipun tidak lagi wajib diajarkan, sekolah-sekolah
unggulan tetap memberikan mata pelajaran TIK kepada siswanya. Sementara
sekolah lain tetap mengikuti kurikulum yang ada dan tidak mengajarkan
TIK ataupun keahlian komputer apa-apa pada siswanya.
Meskipun sekolah di kota besar memiliki infrastruktur komputer yang
bagus, beberapa sekolah di daerah terpencil masih tidak memiliki
infrastruktur yang sama. Seharusnya, merekalah yang paling memerlukan
pendidikan teknologi, karena mereka mungkin bahkan tidak memiliki
smartphone ataupun laptop sebagai media untuk belajar sendiri di luar
sekolah.
Ada juga beberapa guru yang meskipun tidak layak, tapi tetap mengajarkan
TIK di beberapa sekolah. Ini bukan sekedar guru TIK yang memang tidak
kompeten. Beberapa guru mata pelajaran lain seperti guru kesenian bahkan
mengajarkan TIK di sekolahnya. Pemerintah perlu memberikan keahlian
yang diperlukan kepada guru agar bisa mengajari siswanya dengan baik.
Tapi, kali pertama dan terakhir mereka melakukan itu, menurut Firman,
adalah di tahun 2011.
Terus maju
Muhammad Nuh
Sumber: CiriCara
Agtikknas baru terbentuk dua tahun lalu dan sejauh ini sudah memiliki
3.000 anggota. Organisasi ini sudah berusaha mengundang menteri
pendidikan dan kebudayaan Muhammad Nuh untuk membahas hal ini di meetup
pertama Agtikknas di bulan Januari. Tapi mereka “berhalangan untuk
hadir”. Kementerian ini juga tidak memberi respon apa-apa terhadap
kekhawatiran dari Agtikknas.
Tapi Agtikknas sekarang punya teman yang bekerja di DPR. Beberapa
anggota DPR di divisi pendidikan sudah mendengarkan aspirasi dari
Agtikknas dan setuju pada kekhawatiran mereka. Mereka akan mengadakan
rapat di bulan Mei nanti, dan Firman berharap mereka juga bisa
berpartisipasi.
Selain TIK, ada juga kekhawatiran lain mengenai kurikulum ini dimana
mata pelajaran seperti IPA dan IPS juga dicabut di semua tingkatan
sekolah. Keduanya sekarang “terintegrasi” dalam mata pelajaran lain
seperti matematika dan penjaskes. Bahasa Inggris tidak lagi menjadi mata
pelajaran wajib di sekolah dasar dan menjadi kegiatan ekstrakurikuler.
Ini tentu kemunduran pada sistem pendidikan Indonesia. Di saat negara
tetangga seperti Singapura malah mulai mengajarkan pemrograman pada
siswa sekolah dasarnya, sekolah Indonesia malah tampak semakin “kuno”.
Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
0 komentar:
Posting Komentar