Kumpulan Widget Animasi

Read MORE!

| Sabtu, 04 Oktober 2014
Beberapa alasan yang terungkap mengapa TIK/KKPI hilang dari Kurikulum 2013 ketika dialog dengan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (WAMEN) bidang Pendidikan dan Perwakilan PUSKUR (Pusat Kurikulum dan Perbukuan) diantaranya :


  1. “Anak TK dan SD saja sudah bisa internetan…”
  2. TIK / KKPI bisa integratif (terintegrasi) dengan mata pelajaran lain
  3. Pembelajaran sudah seharusnya berbasis TIK (alat bantu guru dalam mengajar), bukan TIK/KKPI sebagai Mata Pelajaran khusus yang harus diajarkan
  4. Jika TIK/KKPI masuk struktur kurikulum nasional maka pemerintah berkewajiban menyediakan Laboratorium Komputer untuk seluruh sekolah di Indonesia, dan pemerintah tidak sanggup untuk mengadakannya
  5. Banyak sekolah yang belum teraliri LISTRIK, jadi TIK/KKPI tidak akan bisa diajarkan juga disekolah
TIk

PERTANYAANNYA

TIK dihapus karena anak SD sudah bisa pake komputer...

Lalu

Anak SD juga sudah bisa Bahasa Indonesia...

Tapi

Kenapa pelajaran Bahasa Indonesia tidak dihapus?

TIK


Seharusnya pembelajaran abad 21 mengikuti perkembangan zaman. Anehnya pelajaran TIK baru dipraktekan di Indonesia tahun 2006 lalu tiba-tiba dihapus tahun 2013. Jikalau anak SD masih main-main dalam menggunakan komputer, kenapa tidak diserahkan pelajaran TIK ke jenjang yang lebih tinggi?

Apakah Pemerintah sudah memperhitungkan matang-matang nasib pelajar yang ahli di bidang TIK yang ingin ke bangku perguruan tinggi bidang IT?

Sudah selayaknya Pemerintah untuk kembali "membuka" pelajaran TIK di Kurikulum 2013.

Jika tidak itu sama saja "membunuh" jutaan orang yang bekerja di bidang IT/TIK, baik Guru TIK, Pelajar, dan pihak-pihak yang terkait.

   Kapan dunia IPTEK di Indonesia bisa maju???  
Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah March 20, 2014 at 10:55 am Enricko Lukman Share 15 64 0 0 0 79 SHARES Share on Facebook Tweet on Twitter TIK head Beberapa dari Anda pasti sudah tahu bahwa sekolah di Indonesia sudah tidak lagi mengajarkan pelajaran TIK di kurikulumnya sejak Juli lalu. Keputusan tersebut menyulut protes masyarakat yang yakin bahwa kementerian pendidikan dan kebudayaan telah membuat kesalahan besar karena telah “mencabut” mata pelajaran TIK di kurikulum barunya. Kurikulum itu sendiri sudah hampir berumur satu tahun, dan Asosiasi Guru TIK dan KPPI Nasional (Agtikknas) yang baru saja terbentuk ingin agar pemerintah mengubah kurikulum ini secepat mungkin dan mengembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah-sekolah. Firman Oktora, chairman Agtikknas, menjelaskan bahwa pemerintah sedang berupaya melakukan itu. Meskipun mata pelajaran TIK tetap tidak akan menjadi satu mata pelajaran tersendiri, pemerintah mendorong sekolah agar mengijinkan siswanya melakukan riset online di dalam kelas. Tapi Firman yakin bahwa pemerintah sebaiknya mengubah isi dari mata pelajaran TIK menjadi lebih relevan — seperti halnya yang dilakukan oleh negara lain — bukan mencabutnya dari kurikulum. Mata pelajaran TIK tidak relevan? Firman setuju bahwa kebanyakan kurikulum mata pelajaran TIK sudah tidak lagi relevan — di 2013, kurikulum mata pelajaran ini tidak pernah diperbarui selama tujuh tahun. Tahun 2006 lalu, siswa belum terbiasa dengan komputer, sehingga kelas TIK mengajari siswa bagaimana cara menyalakan komputer, menggunakan Microsoft Office, dan memahami alat-alat desain grafis dasar. Sekarang, saat kebanyakan siswa sudah tahu bagaimana cara menggunakan internet dan software, mata pelajaran TIK yang seperti itu menjadi tidak perlu. Pemerintah bisa memperbaiki itu dengan memindahkan materi yang tidak relevan tersebut ke mata pelajaran lain sambil memperbarui kurikulum mata pelajaran TIK. (Baca juga: 30 juta pengguna internet di Indonesia adalah remaja) Beberapa perubahan yang diinginkan Firman dan Agtikknas antara lain fokus pada etika dan bahaya dalam menggunakan internet. “Ada banyak penipuan online yang terjadi di luar sana, dan siswa harus tahu akan hal itu.” Jika tidak, daripada belajar Microsoft Powerpoint, siswa bisa belajar bagaimana cara membuat slide presentasi yang baik untuk mempresentasikan idenya. Siswa juga bisa berlatih merilis artikel di blog atau membuat media digital. Semuanya bertujuan untuk membentuk siswa menjadi pencipta, bukan hanya sekedar pengguna, dan itu mengharuskan siswa mengembangkan beberapa keahlian tertentu. Perbedaan antar sekolah Kurikulum mata pelajaran TIK yang lama bukan hanya tidak relevan dan kuno. Karena memang bisa dikelola asal punya sumber daya yang cukup, sekolah dengan sumber daya IT yang cukup bisa menawarkan kualitas pelajaran TIK yang lebih baik daripada sekolah yang kekurangan sumber daya. Beberapa sekolah unggulan bahkan sudah mengajarkan pemrograman dasar kepada siswanya, sementara sekolah lain masih harus berkutat dengan Microsoft Word. Sekarang ini, meskipun tidak lagi wajib diajarkan, sekolah-sekolah unggulan tetap memberikan mata pelajaran TIK kepada siswanya. Sementara sekolah lain tetap mengikuti kurikulum yang ada dan tidak mengajarkan TIK ataupun keahlian komputer apa-apa pada siswanya. Meskipun sekolah di kota besar memiliki infrastruktur komputer yang bagus, beberapa sekolah di daerah terpencil masih tidak memiliki infrastruktur yang sama. Seharusnya, merekalah yang paling memerlukan pendidikan teknologi, karena mereka mungkin bahkan tidak memiliki smartphone ataupun laptop sebagai media untuk belajar sendiri di luar sekolah. Ada juga beberapa guru yang meskipun tidak layak, tapi tetap mengajarkan TIK di beberapa sekolah. Ini bukan sekedar guru TIK yang memang tidak kompeten. Beberapa guru mata pelajaran lain seperti guru kesenian bahkan mengajarkan TIK di sekolahnya. Pemerintah perlu memberikan keahlian yang diperlukan kepada guru agar bisa mengajari siswanya dengan baik. Tapi, kali pertama dan terakhir mereka melakukan itu, menurut Firman, adalah di tahun 2011. Terus maju Muhammad Nuh Sumber: CiriCara Agtikknas baru terbentuk dua tahun lalu dan sejauh ini sudah memiliki 3.000 anggota. Organisasi ini sudah berusaha mengundang menteri pendidikan dan kebudayaan Muhammad Nuh untuk membahas hal ini di meetup pertama Agtikknas di bulan Januari. Tapi mereka “berhalangan untuk hadir”. Kementerian ini juga tidak memberi respon apa-apa terhadap kekhawatiran dari Agtikknas. Tapi Agtikknas sekarang punya teman yang bekerja di DPR. Beberapa anggota DPR di divisi pendidikan sudah mendengarkan aspirasi dari Agtikknas dan setuju pada kekhawatiran mereka. Mereka akan mengadakan rapat di bulan Mei nanti, dan Firman berharap mereka juga bisa berpartisipasi. Selain TIK, ada juga kekhawatiran lain mengenai kurikulum ini dimana mata pelajaran seperti IPA dan IPS juga dicabut di semua tingkatan sekolah. Keduanya sekarang “terintegrasi” dalam mata pelajaran lain seperti matematika dan penjaskes. Bahasa Inggris tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib di sekolah dasar dan menjadi kegiatan ekstrakurikuler. Ini tentu kemunduran pada sistem pendidikan Indonesia. Di saat negara tetangga seperti Singapura malah mulai mengajarkan pemrograman pada siswa sekolah dasarnya, sekolah Indonesia malah tampak semakin “kuno”.

Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah March 20, 2014 at 10:55 am Enricko Lukman Share 15 64 0 0 0 79 SHARES Share on Facebook Tweet on Twitter TIK head Beberapa dari Anda pasti sudah tahu bahwa sekolah di Indonesia sudah tidak lagi mengajarkan pelajaran TIK di kurikulumnya sejak Juli lalu. Keputusan tersebut menyulut protes masyarakat yang yakin bahwa kementerian pendidikan dan kebudayaan telah membuat kesalahan besar karena telah “mencabut” mata pelajaran TIK di kurikulum barunya. Kurikulum itu sendiri sudah hampir berumur satu tahun, dan Asosiasi Guru TIK dan KPPI Nasional (Agtikknas) yang baru saja terbentuk ingin agar pemerintah mengubah kurikulum ini secepat mungkin dan mengembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah-sekolah. Firman Oktora, chairman Agtikknas, menjelaskan bahwa pemerintah sedang berupaya melakukan itu. Meskipun mata pelajaran TIK tetap tidak akan menjadi satu mata pelajaran tersendiri, pemerintah mendorong sekolah agar mengijinkan siswanya melakukan riset online di dalam kelas. Tapi Firman yakin bahwa pemerintah sebaiknya mengubah isi dari mata pelajaran TIK menjadi lebih relevan — seperti halnya yang dilakukan oleh negara lain — bukan mencabutnya dari kurikulum. Mata pelajaran TIK tidak relevan? Firman setuju bahwa kebanyakan kurikulum mata pelajaran TIK sudah tidak lagi relevan — di 2013, kurikulum mata pelajaran ini tidak pernah diperbarui selama tujuh tahun. Tahun 2006 lalu, siswa belum terbiasa dengan komputer, sehingga kelas TIK mengajari siswa bagaimana cara menyalakan komputer, menggunakan Microsoft Office, dan memahami alat-alat desain grafis dasar. Sekarang, saat kebanyakan siswa sudah tahu bagaimana cara menggunakan internet dan software, mata pelajaran TIK yang seperti itu menjadi tidak perlu. Pemerintah bisa memperbaiki itu dengan memindahkan materi yang tidak relevan tersebut ke mata pelajaran lain sambil memperbarui kurikulum mata pelajaran TIK. (Baca juga: 30 juta pengguna internet di Indonesia adalah remaja) Beberapa perubahan yang diinginkan Firman dan Agtikknas antara lain fokus pada etika dan bahaya dalam menggunakan internet. “Ada banyak penipuan online yang terjadi di luar sana, dan siswa harus tahu akan hal itu.” Jika tidak, daripada belajar Microsoft Powerpoint, siswa bisa belajar bagaimana cara membuat slide presentasi yang baik untuk mempresentasikan idenya. Siswa juga bisa berlatih merilis artikel di blog atau membuat media digital. Semuanya bertujuan untuk membentuk siswa menjadi pencipta, bukan hanya sekedar pengguna, dan itu mengharuskan siswa mengembangkan beberapa keahlian tertentu. Perbedaan antar sekolah Kurikulum mata pelajaran TIK yang lama bukan hanya tidak relevan dan kuno. Karena memang bisa dikelola asal punya sumber daya yang cukup, sekolah dengan sumber daya IT yang cukup bisa menawarkan kualitas pelajaran TIK yang lebih baik daripada sekolah yang kekurangan sumber daya. Beberapa sekolah unggulan bahkan sudah mengajarkan pemrograman dasar kepada siswanya, sementara sekolah lain masih harus berkutat dengan Microsoft Word. Sekarang ini, meskipun tidak lagi wajib diajarkan, sekolah-sekolah unggulan tetap memberikan mata pelajaran TIK kepada siswanya. Sementara sekolah lain tetap mengikuti kurikulum yang ada dan tidak mengajarkan TIK ataupun keahlian komputer apa-apa pada siswanya. Meskipun sekolah di kota besar memiliki infrastruktur komputer yang bagus, beberapa sekolah di daerah terpencil masih tidak memiliki infrastruktur yang sama. Seharusnya, merekalah yang paling memerlukan pendidikan teknologi, karena mereka mungkin bahkan tidak memiliki smartphone ataupun laptop sebagai media untuk belajar sendiri di luar sekolah. Ada juga beberapa guru yang meskipun tidak layak, tapi tetap mengajarkan TIK di beberapa sekolah. Ini bukan sekedar guru TIK yang memang tidak kompeten. Beberapa guru mata pelajaran lain seperti guru kesenian bahkan mengajarkan TIK di sekolahnya. Pemerintah perlu memberikan keahlian yang diperlukan kepada guru agar bisa mengajari siswanya dengan baik. Tapi, kali pertama dan terakhir mereka melakukan itu, menurut Firman, adalah di tahun 2011. Terus maju Muhammad Nuh Sumber: CiriCara Agtikknas baru terbentuk dua tahun lalu dan sejauh ini sudah memiliki 3.000 anggota. Organisasi ini sudah berusaha mengundang menteri pendidikan dan kebudayaan Muhammad Nuh untuk membahas hal ini di meetup pertama Agtikknas di bulan Januari. Tapi mereka “berhalangan untuk hadir”. Kementerian ini juga tidak memberi respon apa-apa terhadap kekhawatiran dari Agtikknas. Tapi Agtikknas sekarang punya teman yang bekerja di DPR. Beberapa anggota DPR di divisi pendidikan sudah mendengarkan aspirasi dari Agtikknas dan setuju pada kekhawatiran mereka. Mereka akan mengadakan rapat di bulan Mei nanti, dan Firman berharap mereka juga bisa berpartisipasi. Selain TIK, ada juga kekhawatiran lain mengenai kurikulum ini dimana mata pelajaran seperti IPA dan IPS juga dicabut di semua tingkatan sekolah. Keduanya sekarang “terintegrasi” dalam mata pelajaran lain seperti matematika dan penjaskes. Bahasa Inggris tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib di sekolah dasar dan menjadi kegiatan ekstrakurikuler. Ini tentu kemunduran pada sistem pendidikan Indonesia. Di saat negara tetangga seperti Singapura malah mulai mengajarkan pemrograman pada siswa sekolah dasarnya, sekolah Indonesia malah tampak semakin “kuno”.

Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah March 20, 2014 at 10:55 am Enricko Lukman Share 15 64 0 0 0 79 SHARES Share on Facebook Tweet on Twitter TIK head Beberapa dari Anda pasti sudah tahu bahwa sekolah di Indonesia sudah tidak lagi mengajarkan pelajaran TIK di kurikulumnya sejak Juli lalu. Keputusan tersebut menyulut protes masyarakat yang yakin bahwa kementerian pendidikan dan kebudayaan telah membuat kesalahan besar karena telah “mencabut” mata pelajaran TIK di kurikulum barunya. Kurikulum itu sendiri sudah hampir berumur satu tahun, dan Asosiasi Guru TIK dan KPPI Nasional (Agtikknas) yang baru saja terbentuk ingin agar pemerintah mengubah kurikulum ini secepat mungkin dan mengembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah-sekolah. Firman Oktora, chairman Agtikknas, menjelaskan bahwa pemerintah sedang berupaya melakukan itu. Meskipun mata pelajaran TIK tetap tidak akan menjadi satu mata pelajaran tersendiri, pemerintah mendorong sekolah agar mengijinkan siswanya melakukan riset online di dalam kelas. Tapi Firman yakin bahwa pemerintah sebaiknya mengubah isi dari mata pelajaran TIK menjadi lebih relevan — seperti halnya yang dilakukan oleh negara lain — bukan mencabutnya dari kurikulum. Mata pelajaran TIK tidak relevan? Firman setuju bahwa kebanyakan kurikulum mata pelajaran TIK sudah tidak lagi relevan — di 2013, kurikulum mata pelajaran ini tidak pernah diperbarui selama tujuh tahun. Tahun 2006 lalu, siswa belum terbiasa dengan komputer, sehingga kelas TIK mengajari siswa bagaimana cara menyalakan komputer, menggunakan Microsoft Office, dan memahami alat-alat desain grafis dasar. Sekarang, saat kebanyakan siswa sudah tahu bagaimana cara menggunakan internet dan software, mata pelajaran TIK yang seperti itu menjadi tidak perlu. Pemerintah bisa memperbaiki itu dengan memindahkan materi yang tidak relevan tersebut ke mata pelajaran lain sambil memperbarui kurikulum mata pelajaran TIK. (Baca juga: 30 juta pengguna internet di Indonesia adalah remaja) Beberapa perubahan yang diinginkan Firman dan Agtikknas antara lain fokus pada etika dan bahaya dalam menggunakan internet. “Ada banyak penipuan online yang terjadi di luar sana, dan siswa harus tahu akan hal itu.” Jika tidak, daripada belajar Microsoft Powerpoint, siswa bisa belajar bagaimana cara membuat slide presentasi yang baik untuk mempresentasikan idenya. Siswa juga bisa berlatih merilis artikel di blog atau membuat media digital. Semuanya bertujuan untuk membentuk siswa menjadi pencipta, bukan hanya sekedar pengguna, dan itu mengharuskan siswa mengembangkan beberapa keahlian tertentu. Perbedaan antar sekolah Kurikulum mata pelajaran TIK yang lama bukan hanya tidak relevan dan kuno. Karena memang bisa dikelola asal punya sumber daya yang cukup, sekolah dengan sumber daya IT yang cukup bisa menawarkan kualitas pelajaran TIK yang lebih baik daripada sekolah yang kekurangan sumber daya. Beberapa sekolah unggulan bahkan sudah mengajarkan pemrograman dasar kepada siswanya, sementara sekolah lain masih harus berkutat dengan Microsoft Word. Sekarang ini, meskipun tidak lagi wajib diajarkan, sekolah-sekolah unggulan tetap memberikan mata pelajaran TIK kepada siswanya. Sementara sekolah lain tetap mengikuti kurikulum yang ada dan tidak mengajarkan TIK ataupun keahlian komputer apa-apa pada siswanya. Meskipun sekolah di kota besar memiliki infrastruktur komputer yang bagus, beberapa sekolah di daerah terpencil masih tidak memiliki infrastruktur yang sama. Seharusnya, merekalah yang paling memerlukan pendidikan teknologi, karena mereka mungkin bahkan tidak memiliki smartphone ataupun laptop sebagai media untuk belajar sendiri di luar sekolah. Ada juga beberapa guru yang meskipun tidak layak, tapi tetap mengajarkan TIK di beberapa sekolah. Ini bukan sekedar guru TIK yang memang tidak kompeten. Beberapa guru mata pelajaran lain seperti guru kesenian bahkan mengajarkan TIK di sekolahnya. Pemerintah perlu memberikan keahlian yang diperlukan kepada guru agar bisa mengajari siswanya dengan baik. Tapi, kali pertama dan terakhir mereka melakukan itu, menurut Firman, adalah di tahun 2011. Terus maju Muhammad Nuh Sumber: CiriCara Agtikknas baru terbentuk dua tahun lalu dan sejauh ini sudah memiliki 3.000 anggota. Organisasi ini sudah berusaha mengundang menteri pendidikan dan kebudayaan Muhammad Nuh untuk membahas hal ini di meetup pertama Agtikknas di bulan Januari. Tapi mereka “berhalangan untuk hadir”. Kementerian ini juga tidak memberi respon apa-apa terhadap kekhawatiran dari Agtikknas. Tapi Agtikknas sekarang punya teman yang bekerja di DPR. Beberapa anggota DPR di divisi pendidikan sudah mendengarkan aspirasi dari Agtikknas dan setuju pada kekhawatiran mereka. Mereka akan mengadakan rapat di bulan Mei nanti, dan Firman berharap mereka juga bisa berpartisipasi. Selain TIK, ada juga kekhawatiran lain mengenai kurikulum ini dimana mata pelajaran seperti IPA dan IPS juga dicabut di semua tingkatan sekolah. Keduanya sekarang “terintegrasi” dalam mata pelajaran lain seperti matematika dan penjaskes. Bahasa Inggris tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib di sekolah dasar dan menjadi kegiatan ekstrakurikuler. Ini tentu kemunduran pada sistem pendidikan Indonesia. Di saat negara tetangga seperti Singapura malah mulai mengajarkan pemrograman pada siswa sekolah dasarnya, sekolah Indonesia malah tampak semakin “kuno”.

Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah March 20, 2014 at 10:55 am Enricko Lukman Share 15 64 0 0 0 79 SHARES Share on Facebook Tweet on Twitter TIK head Beberapa dari Anda pasti sudah tahu bahwa sekolah di Indonesia sudah tidak lagi mengajarkan pelajaran TIK di kurikulumnya sejak Juli lalu. Keputusan tersebut menyulut protes masyarakat yang yakin bahwa kementerian pendidikan dan kebudayaan telah membuat kesalahan besar karena telah “mencabut” mata pelajaran TIK di kurikulum barunya. Kurikulum itu sendiri sudah hampir berumur satu tahun, dan Asosiasi Guru TIK dan KPPI Nasional (Agtikknas) yang baru saja terbentuk ingin agar pemerintah mengubah kurikulum ini secepat mungkin dan mengembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah-sekolah. Firman Oktora, chairman Agtikknas, menjelaskan bahwa pemerintah sedang berupaya melakukan itu. Meskipun mata pelajaran TIK tetap tidak akan menjadi satu mata pelajaran tersendiri, pemerintah mendorong sekolah agar mengijinkan siswanya melakukan riset online di dalam kelas. Tapi Firman yakin bahwa pemerintah sebaiknya mengubah isi dari mata pelajaran TIK menjadi lebih relevan — seperti halnya yang dilakukan oleh negara lain — bukan mencabutnya dari kurikulum. Mata pelajaran TIK tidak relevan? Firman setuju bahwa kebanyakan kurikulum mata pelajaran TIK sudah tidak lagi relevan — di 2013, kurikulum mata pelajaran ini tidak pernah diperbarui selama tujuh tahun. Tahun 2006 lalu, siswa belum terbiasa dengan komputer, sehingga kelas TIK mengajari siswa bagaimana cara menyalakan komputer, menggunakan Microsoft Office, dan memahami alat-alat desain grafis dasar. Sekarang, saat kebanyakan siswa sudah tahu bagaimana cara menggunakan internet dan software, mata pelajaran TIK yang seperti itu menjadi tidak perlu. Pemerintah bisa memperbaiki itu dengan memindahkan materi yang tidak relevan tersebut ke mata pelajaran lain sambil memperbarui kurikulum mata pelajaran TIK. (Baca juga: 30 juta pengguna internet di Indonesia adalah remaja) Beberapa perubahan yang diinginkan Firman dan Agtikknas antara lain fokus pada etika dan bahaya dalam menggunakan internet. “Ada banyak penipuan online yang terjadi di luar sana, dan siswa harus tahu akan hal itu.” Jika tidak, daripada belajar Microsoft Powerpoint, siswa bisa belajar bagaimana cara membuat slide presentasi yang baik untuk mempresentasikan idenya. Siswa juga bisa berlatih merilis artikel di blog atau membuat media digital. Semuanya bertujuan untuk membentuk siswa menjadi pencipta, bukan hanya sekedar pengguna, dan itu mengharuskan siswa mengembangkan beberapa keahlian tertentu. Perbedaan antar sekolah Kurikulum mata pelajaran TIK yang lama bukan hanya tidak relevan dan kuno. Karena memang bisa dikelola asal punya sumber daya yang cukup, sekolah dengan sumber daya IT yang cukup bisa menawarkan kualitas pelajaran TIK yang lebih baik daripada sekolah yang kekurangan sumber daya. Beberapa sekolah unggulan bahkan sudah mengajarkan pemrograman dasar kepada siswanya, sementara sekolah lain masih harus berkutat dengan Microsoft Word. Sekarang ini, meskipun tidak lagi wajib diajarkan, sekolah-sekolah unggulan tetap memberikan mata pelajaran TIK kepada siswanya. Sementara sekolah lain tetap mengikuti kurikulum yang ada dan tidak mengajarkan TIK ataupun keahlian komputer apa-apa pada siswanya. Meskipun sekolah di kota besar memiliki infrastruktur komputer yang bagus, beberapa sekolah di daerah terpencil masih tidak memiliki infrastruktur yang sama. Seharusnya, merekalah yang paling memerlukan pendidikan teknologi, karena mereka mungkin bahkan tidak memiliki smartphone ataupun laptop sebagai media untuk belajar sendiri di luar sekolah. Ada juga beberapa guru yang meskipun tidak layak, tapi tetap mengajarkan TIK di beberapa sekolah. Ini bukan sekedar guru TIK yang memang tidak kompeten. Beberapa guru mata pelajaran lain seperti guru kesenian bahkan mengajarkan TIK di sekolahnya. Pemerintah perlu memberikan keahlian yang diperlukan kepada guru agar bisa mengajari siswanya dengan baik. Tapi, kali pertama dan terakhir mereka melakukan itu, menurut Firman, adalah di tahun 2011. Terus maju Muhammad Nuh Sumber: CiriCara Agtikknas baru terbentuk dua tahun lalu dan sejauh ini sudah memiliki 3.000 anggota. Organisasi ini sudah berusaha mengundang menteri pendidikan dan kebudayaan Muhammad Nuh untuk membahas hal ini di meetup pertama Agtikknas di bulan Januari. Tapi mereka “berhalangan untuk hadir”. Kementerian ini juga tidak memberi respon apa-apa terhadap kekhawatiran dari Agtikknas. Tapi Agtikknas sekarang punya teman yang bekerja di DPR. Beberapa anggota DPR di divisi pendidikan sudah mendengarkan aspirasi dari Agtikknas dan setuju pada kekhawatiran mereka. Mereka akan mengadakan rapat di bulan Mei nanti, dan Firman berharap mereka juga bisa berpartisipasi. Selain TIK, ada juga kekhawatiran lain mengenai kurikulum ini dimana mata pelajaran seperti IPA dan IPS juga dicabut di semua tingkatan sekolah. Keduanya sekarang “terintegrasi” dalam mata pelajaran lain seperti matematika dan penjaskes. Bahasa Inggris tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib di sekolah dasar dan menjadi kegiatan ekstrakurikuler. Ini tentu kemunduran pada sistem pendidikan Indonesia. Di saat negara tetangga seperti Singapura malah mulai mengajarkan pemrograman pada siswa sekolah dasarnya, sekolah Indonesia malah tampak semakin “kuno”.

Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/
Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah March 20, 2014 at 10:55 am Enricko Lukman Share 15 64 0 0 0 79 SHARES Share on Facebook Tweet on Twitter TIK head Beberapa dari Anda pasti sudah tahu bahwa sekolah di Indonesia sudah tidak lagi mengajarkan pelajaran TIK di kurikulumnya sejak Juli lalu. Keputusan tersebut menyulut protes masyarakat yang yakin bahwa kementerian pendidikan dan kebudayaan telah membuat kesalahan besar karena telah “mencabut” mata pelajaran TIK di kurikulum barunya. Kurikulum itu sendiri sudah hampir berumur satu tahun, dan Asosiasi Guru TIK dan KPPI Nasional (Agtikknas) yang baru saja terbentuk ingin agar pemerintah mengubah kurikulum ini secepat mungkin dan mengembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah-sekolah. Firman Oktora, chairman Agtikknas, menjelaskan bahwa pemerintah sedang berupaya melakukan itu. Meskipun mata pelajaran TIK tetap tidak akan menjadi satu mata pelajaran tersendiri, pemerintah mendorong sekolah agar mengijinkan siswanya melakukan riset online di dalam kelas. Tapi Firman yakin bahwa pemerintah sebaiknya mengubah isi dari mata pelajaran TIK menjadi lebih relevan — seperti halnya yang dilakukan oleh negara lain — bukan mencabutnya dari kurikulum. Mata pelajaran TIK tidak relevan? Firman setuju bahwa kebanyakan kurikulum mata pelajaran TIK sudah tidak lagi relevan — di 2013, kurikulum mata pelajaran ini tidak pernah diperbarui selama tujuh tahun. Tahun 2006 lalu, siswa belum terbiasa dengan komputer, sehingga kelas TIK mengajari siswa bagaimana cara menyalakan komputer, menggunakan Microsoft Office, dan memahami alat-alat desain grafis dasar. Sekarang, saat kebanyakan siswa sudah tahu bagaimana cara menggunakan internet dan software, mata pelajaran TIK yang seperti itu menjadi tidak perlu. Pemerintah bisa memperbaiki itu dengan memindahkan materi yang tidak relevan tersebut ke mata pelajaran lain sambil memperbarui kurikulum mata pelajaran TIK. (Baca juga: 30 juta pengguna internet di Indonesia adalah remaja) Beberapa perubahan yang diinginkan Firman dan Agtikknas antara lain fokus pada etika dan bahaya dalam menggunakan internet. “Ada banyak penipuan online yang terjadi di luar sana, dan siswa harus tahu akan hal itu.” Jika tidak, daripada belajar Microsoft Powerpoint, siswa bisa belajar bagaimana cara membuat slide presentasi yang baik untuk mempresentasikan idenya. Siswa juga bisa berlatih merilis artikel di blog atau membuat media digital. Semuanya bertujuan untuk membentuk siswa menjadi pencipta, bukan hanya sekedar pengguna, dan itu mengharuskan siswa mengembangkan beberapa keahlian tertentu. Perbedaan antar sekolah Kurikulum mata pelajaran TIK yang lama bukan hanya tidak relevan dan kuno. Karena memang bisa dikelola asal punya sumber daya yang cukup, sekolah dengan sumber daya IT yang cukup bisa menawarkan kualitas pelajaran TIK yang lebih baik daripada sekolah yang kekurangan sumber daya. Beberapa sekolah unggulan bahkan sudah mengajarkan pemrograman dasar kepada siswanya, sementara sekolah lain masih harus berkutat dengan Microsoft Word. Sekarang ini, meskipun tidak lagi wajib diajarkan, sekolah-sekolah unggulan tetap memberikan mata pelajaran TIK kepada siswanya. Sementara sekolah lain tetap mengikuti kurikulum yang ada dan tidak mengajarkan TIK ataupun keahlian komputer apa-apa pada siswanya. Meskipun sekolah di kota besar memiliki infrastruktur komputer yang bagus, beberapa sekolah di daerah terpencil masih tidak memiliki infrastruktur yang sama. Seharusnya, merekalah yang paling memerlukan pendidikan teknologi, karena mereka mungkin bahkan tidak memiliki smartphone ataupun laptop sebagai media untuk belajar sendiri di luar sekolah. Ada juga beberapa guru yang meskipun tidak layak, tapi tetap mengajarkan TIK di beberapa sekolah. Ini bukan sekedar guru TIK yang memang tidak kompeten. Beberapa guru mata pelajaran lain seperti guru kesenian bahkan mengajarkan TIK di sekolahnya. Pemerintah perlu memberikan keahlian yang diperlukan kepada guru agar bisa mengajari siswanya dengan baik. Tapi, kali pertama dan terakhir mereka melakukan itu, menurut Firman, adalah di tahun 2011. Terus maju Muhammad Nuh Sumber: CiriCara Agtikknas baru terbentuk dua tahun lalu dan sejauh ini sudah memiliki 3.000 anggota. Organisasi ini sudah berusaha mengundang menteri pendidikan dan kebudayaan Muhammad Nuh untuk membahas hal ini di meetup pertama Agtikknas di bulan Januari. Tapi mereka “berhalangan untuk hadir”. Kementerian ini juga tidak memberi respon apa-apa terhadap kekhawatiran dari Agtikknas. Tapi Agtikknas sekarang punya teman yang bekerja di DPR. Beberapa anggota DPR di divisi pendidikan sudah mendengarkan aspirasi dari Agtikknas dan setuju pada kekhawatiran mereka. Mereka akan mengadakan rapat di bulan Mei nanti, dan Firman berharap mereka juga bisa berpartisipasi. Selain TIK, ada juga kekhawatiran lain mengenai kurikulum ini dimana mata pelajaran seperti IPA dan IPS juga dicabut di semua tingkatan sekolah. Keduanya sekarang “terintegrasi” dalam mata pelajaran lain seperti matematika dan penjaskes. Bahasa Inggris tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib di sekolah dasar dan menjadi kegiatan ekstrakurikuler. Ini tentu kemunduran pada sistem pendidikan Indonesia. Di saat negara tetangga seperti Singapura malah mulai mengajarkan pemrograman pada siswa sekolah dasarnya, sekolah Indonesia malah tampak semakin “kuno”.

Baca juga: Guru TIK tuntut pemerintah kembalikan mata pelajaran TIK ke sekolah http://id.techinasia.com/guru-tik-tuntut-pemerintah/

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲