Judul: Sayap-sayap Sakinah
Penulis: Afifah Afra & Riawani Elyta
Penerbit: Indiva
Tebal: 239
Bila cinta mendatangimu, ikuti dia walaupun jalannya sulit dan terjal
Dan ketika sayapnya mengembang mengundangmu
Walaupun pedang yang tersembunyi di antara ujung sayapnya dapat melukaimu
Ketika dia berkata padamu untuk mempercayainya
walaupun suaranya berserak dalam mimpimu bagaikan
angin utara yang menghembus di kebun
(Kahlil Gibran)
Mungkin sekali waktu kita pernah bertanya-tanya, siapakah jodoh kita? Dimanakah ia berada saat ini dan bagaimanakah kelak kami dipertemukan?
Jodoh adalah rahasia Allah yang tak satu pun manusia bisa mengetahuinya. Sebagai manusia kita hanya bisa berdoa dan berikhtiar agar dipertemukan dengan seseorang yang menjadi pasangan hidup sejati kita.
Nah, bagaimana menemukan jodoh kita? Tak ada satu pun yang tahu. Barangkali doa dan upaya yang kita lakukan akan menuntun jalan menuju kepada jodoh yang Tuhan pilihkan kepada kita.
Ada banyak kisah perjodohan di muka bumi ini. Setiap manusia memiliki kisah cinta dan perjodohannya sendiri. Ada yang mudah dan sederhana, pun ada yang berliku-liku untuk sampai kepada jodohnya. Bahkan, jodoh dan cinta pun ternyata tidak selalu berpasangan. Kisah Abu Bakar dan Zainab di buku ini barangkali bisa menggambarkan bahwa cinta tidak menjadi kepastian seseorang berjodoh dengan yang dicintainya.
Ada orang yang beruntung menikah dengan jodohnya. Ada yang menikah lebih dari satu kali untuk sampai kepada jodohnya. “Jodoh memang misteri, karena hanya Allah yang Mahatahu siapa yang berhak berada di samping kita saat duduk di pelaminan. Allah juga yang Mahatahu, siapa yang berstatus sebagai pasangan sah kita saat kelak Allah mencabut nyawa kita.” (halaman 36)
Yang kita, manusia, bisa lakukan adalah membuat rencana dan mempersiapkan segalanya dengan baik, selebihnya Allah lah yang menentukan.
Dalam mencari jodoh tentu tak salah jika kita mengharapkan jodoh terbaik. Untuk mendapatkan jodoh terbaik nyatanya harus dimulai dari diri kita sendiri dengan cara memperbaiki diri kita terlebih dahulu.
Perjalanan berikutnya dalam hidup manusia setelah menemukan jodoh pilihannya adalah melangkah ke jenjang pernikahan. Ini lah babak baru kehidupan anak manusia dimulai. Indah, menyenangkan barangkali di awalnya, berikutnya adalah jalan panjang yang terkadang terjal dan penuh badai. Bagaimanakah kita melaluinya?
Afifah Afra penulis buku ini bersama Riawani Elyta menuliskan berbagai hal yang perlu Anda persiapkan sejak awal dalam rangka menuju cinta kepada jodoh kita kelak sampai kepada pernikahan serta pernak-pernik di dalam kehidupan pernikahan itu sendiri. Dikemas dengan bahasa yang ringan, renyah dan diselingi candaan menjadikan buku ini mudah diserap.
Buku yang saya rekomendasikan buat Anda yang sedang atau ingin mencari bacaan bermutu mengenai seluk beluk perjodohan, pernikahan dan kiat-kiat membangun rumah tangga yang penuh barakah dengan tulisan yang enak dibaca tanpa kesan menggurui.
Abu Dzar, Penentang Kezaliman
Judul: Abu Dzar, Penentang Kezaliman
Penyunting naskah: Salman Faridi
Penerbit: DAR! Mizan
Tebal: 153
Jenis: Seri Komik Islam
Di suatu sore, Abu Dzar bertemu dengan sepupunya Unais yang baru saja pulang dari Mekkah untuk mencari berita mengenai seorang pria yang mengaku sebagai utusan Allah.
Unais: Demi pemilik bintang di langit. Ia mengajarkan sesuatu yang mirip dengan apa yang kau perjuangkan selama ini.”
Abu Dzar menjadi semakin penasaran. Segera ia memutuskan berangkat ke Mekkah. Perjalanan menuju Mekkah tidaklah mudah, sepanjang perjalanan Abu Dzar diterpa oleh panasnya siang dan debu pasir. Hingga sampailah ia di Mekkah. Abu Dzar tahu bahwa ia harus berhati-hati karena hampir seluruh penduduk Makkah memusuhi dan menentang Nabi Muhammad saw.
Suatu hari Abu Dzar bertemu dengan Ali Bin Abi Thalib (sepupu Nabi Muhammad Saw). Ali menanyakan perihal keperluan Abu Dzar demi diperhatikannya Abu Dzar adalah seorang musafir. Abu Dzar lalu menceritakan tujuannya. Ali merasa gembira dan menuntun Abu Dzar menemui Nabi Muhammad saw. Abu Dzar lalu meminta Nabi membacakan ayat quran yang mulia. Nabi membacakan dan pada saat itu juga Abu Dzar menyatakan masuk islam. Abu Dzar mengucapkan dua kalimah syahadat dengan dituntun oleh Nabi Muhammad.
Nabi Muhammad berpesan kepadanya, “Pulanglah engkau kepada kaummu. Dan beritakan kepada mereka sehingga perintahku datang lagi kepadamu.”
Keesokan harinya, Abu Dzar yang pemberani memproklamirkan keislamannya di hadapan Ka’bah, dimana saat itu banyak orang, utamanya kaum Quraisy berkumpul untuk menyembah Latta dan Uzza. Mendengar hal itu, mereka marah besar. Akibatnya Abu Dzar dipukuli. Pertolongan datang ketika Al Abbas bin Abdul Mutthalib, tokoh Bani Hasyim paman Rasulullah yang disegani kamu Quraisy berteriak kepada masyarakat, “Dia seorang suku Ghifari. Kalian tahu sendiri kan suku ghifari letaknya mesti kalian lalui bila hendak ke Syams.” Sontak mereka berhenti memukuli Abu Dzar.
Setelah itu Abu Dzar pulang ke kampung halamannya. Di sana ia berdakwa dan berhasil mengajak keluarga dan saudara-saudaranyanya masuk islam diikuti oleh separuhnya kaum Bani Ghifar.
Setelah masuknya islam ke seluruh kampung Bani Ghifar, Abu Dzar hijrah ke Madinah. Di sana ia berkhidmat melayani berbagai kepentingan pribadi dan keluarga Rasulullah. Ia selalu mendampingi dan mengawal Nabi.
Setelah wafatnya Rasululah saw, Abu Dzar menyendiri. Abu Dzar adalah seorang penyayang terhadap kaum miskin dan lemah. Ia selalu menyuarakan kebenaran walau pahit. Maka ketika sepeninggal Nabi dan penguasa baru banyak melupakan ajaran Nabi dengan hidup berfoya-foya dan menelantarkan orang miskin, Abu Dzar tidak berdiam diri. Ia berdakwah.
Para pemimpin merasa khawatir oleh dakwah Abu Dzar yang dianggap dapat menghasut rakyat kecil. Beberapa kali Abu Dzar diusir dari kota yang ia diami dan berakhir di pengungsian. Abu Dzar meninggal seorang diri, tanpa ditemani oleh sahabat-sahabatnya, seperti sabda Nabi Muhammad SAW mengenai Abu Dzar.
“Ia berjalan kaki seoranng diri. Kelak akan meninggal seorang diri. Dan akan dibangkitkan seorang diri pula.”
Abu Dzar, sahabat Nabi, ia menghembuskan nafas terakhirnya di tengah panasnya gurun pasir, di Rabadzah. Jenasah Abu Dzar dishalati dan dikubur oleh rombongan kafilah yang melewati jalan itu.
Abu Dzar mengajarkan kepada kita tentang konsistensi pada sebuah keyakinan untuk menyayangi dan mencintai kaum miskin dan lemah, berbuat baik terhadap sesama dan tidak ikut hanyut dalam kezaliman. Kisah yang mengharu biru sekaligus menerbitkan kebahagiaan melihat orang-orang seperti Abu Dzar. Kesendirian dan terkucil adalah harga yang harus dibayar oleh Abu Dzar di dunia, namun baginya nikmat akhirat lebih dari segalanya.
Vader’s little son
Judul: Darth Vader and Son
Penulis: Jeffrey Brown
Penerbit: Chronicle Books, San Fransisco
Tebal: –
Jenis: novel grafis (komik)
Ini adalah review lanjutan dari novel grafis pertama di sini. Bagaimana Darth Vader menangani Luke, anak laki-lakinya? Sama seperti perlakuan Ayah terhadap anak laki-laki mereka pada umumnya lah
Luke belajar dengan cepat, sulit diatur dan penuh rasa ingin tahu membuat si Ayah seringkali tak berkutik. Walau kadang kewalahan menghadapi perilaku anak laki-lakinya namun Darth Vader memiliki kesabaran tanpa batas untuk putra kesayangannya. Dan sebagai Ayah, terbit juga rasa bangganya ketika suatu hari Luke memperoleh medali di sekolahnya :).
Gambar-gambar di buku ini menceritakan kisah sehari-hari yang umum ditemui dalam sebuah hubungan keluarga. Sisi romantisme hubungan Ayah dan anak terlukis dalam gambar ketika Luke tertidur di pelukan tangan si Ayah (wow, so sweet).Atau cerita ketika mereka bermain hide and seek dan tertawa bersama. Pokoknya, gambar-gambar di dalam buku ini sangat menyentuh hati. Dan di halaman terakhir novel grafis, Jeffrey Brown menggambarkan Luke kecil yang sedang memeluk kaki ayahnya sambil berucap, “I love you, Dad” dan sang Ayah yang berdiri canggung tanpa bisa menutupi perasaannya sendiri.
Hatta. Aku Datang karena Sejarah
Judul: Hatta. Aku Datang karena Sejarah
Penulis: Sergius Sutanto
Penerbit: Qanita
Tebal: 354
“Sekali lagi, para pejabat di Istana harus kembali kepada buku.”
Hatta mencintai buku seperti penari gandrung irama lagu. Buku adalah kawan setianya. Buku-buku itu telah mengajarkan banyak kebenaran. Kebenaran yang terasa menyakitkan bagi mereka yang bergumul dengan penyelewengan dan kesalahan, tapi menyegarkan bagi yang tahan penderitaan. (halaman 24)
Buku-buku itu pula yang menjadi alasan Hatta meninggalkan kemegahan Istana Merdeka. Bagi Hatta, kejujuran adalah mempelai hati nurani. Ia menolak segala bentuk penyelewengan, penyimpangan, keserakahan yang bernama: korupsi.
Hatta teringat pada pesan sang kakek, Ayah Gaek Arsyad.
“Harta dunia ini tidak ada yang kekal, yang kekal hanya harta, ilmu dan pengetahuan serta ibadah. Segala yang terjadi di dunia ini sudah ditakdirkan Allah. Sudah ada suratannya lebih dahulu.” (halaman 20)
Sang kakek menggantikan peran Ayah sejak Ayah kandung Hatta meninggal. Ketertiban dan kedispilinan Hatta adalah teladan sang kakek yang sehari-hari menangani usaha gerobak pos dengan kuda-kudanya. Kisah-kisah religi dan nasihat baik dari Ayah Gaek terserap baik oleh Hatta.
“Kita wajib belajar dan bersekolah agar pandai dan berbudi.” (halaman 28)
Hatta melanjutkan sekolahnya di Jakarta kemudian ke Belanda. Ia pun aktif berorganisasi. Hatta bergabung dengan Perhimpunan Indonesia, organisasi yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Karena aktivitasnya ini, Hatta beberapa kali dipenjara sebelum akhirnya dibuang ke Digul dan dipindahkan ke Banda Neira bersama tahanan politik lainnya.
Dalam pergerakan itulah Hatta bertemu dengan Syahrir, kelak bersama Syahrir Hatta membentuk PNI. PNI adalah organisasi yang bertujuan untuk menyusun kekuatan baru lewat pikiran dan mental anggotanya sampai saatnya lahir sebagai satu kekuatan penuh untuk kemerdekaan.
Syahri dan Hatta memercayai bahwa pendidikan adalah hal penting dan menjadi masalah serius di Tanah Air. Oleh karena itu visi Hatta dan Syahrir adalah membentuk sebuah gerakan politik yang lebih mengedepankan pendidikan bagi para anggotanya. Menurut Hatta proses pembelajaran mampu membukakan mata hati.
Di sana pula Hatta bertemu dengan Soekarno. Soekarno yang ketika itu juga baru mendirikan Partindo, berniat menggabungkan Partindo dengan PNI Hatta-Syahrir. Namun, Hatta merasa bahwa mereka berbeda visi. Partindo-nya Soekarno lebih mengedepankan mobilisasi massa, sedangkan PNI versi Hatta-Sjahrir ingin mendidik kader.
“Ya, aku dan Soekarno memang sudah berbeda jalan sejak awal.” (halaman 167)
Partindo Soekarno dan PNI Hatta-Syahrir adalah awal perbedaan yang muncul diantara Soekarno-Hatta. Namun demikian kawan-kawan seperjuangan adalah sahabat sepanjang hayat. Pun ketika pada akhirnya mereka berselisih jalan, yang menyebabkan Hatta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wakil presiden. Ikatan yang lekat karena rasa pertemanan tidaklah putus begitu saja, dan itu dibuktikan Hatta dengan datang menjenguk di saat-saat terakhir Soekarno.
Didikan agama dan teladan baik dari Ayah Gaek, Ibu dan paman serta bibinya selalu mengiringi setiap langkah hidup Hatta, tak lupa ribuan buku yang menjadi kawan setianya, kawan sepenanggungan yang menyimpan banyak rahasia dan cerita.
Kebanyakan buku biografi berkesan serius dan berat, sehingga seringkali membuat orang mengurungkan niat untuk membacanya. Namun melalui sebuah novel tentang Bung Hatta ini, Sergius ingin menampilkan kisah biografi yang dikemas dengan cara berbeda. Walaupun berbentuk novel, data tentang riwayat dan sejarah perjuangan Bung Hatta tidak diubah. Untuk Anda yang ingin mengetahui Bung Hatta dan sejarah perjuangannya tanpa harus mengerutkan kening, buku ini layak dibaca.
Vincent
Judul: Vincent
Penulis: Barbara Stok
Penerbit: Self Made Hero
Tebal: 141
Vincent adalah buku komik grafis yang bercerita tentang pelukis ternama, Vincent Van Gogh. Cerita bermula ketika Vincent berpamitan kepada sang adik untuk kepergiannya ke Arles. Arles adalah kota kecil yang dipilih Vincent untuk menekuni karirnya sebagai pelukis. Sementara bagi Theo, Arles adalah kota yang diharapkan bisa mengembalikan kesehatan untuk Vincent. Udara bersih, suasana nyaman dan pemandangan indah adalah tempat yang tepat untuk kedua tujuan tersebut sekaligus.
Biasan cahaya matahari pada ladang-ladang gandum, bunga-bunga yang bermekaran serta geliat para pekerja adalah pemandangan indah tak terlukiskan di Arles. Vincent ingin berbagi keindahan itu kepada adik dan semua orang melalui karyanya.
Kesukaan Vincent adalah menuangkan warna-warna secara berlebihan. Cara itu menurutnya untuk menangkap jiwa dari sebuah objek lukisan. Bagi Vincent sebuah lukisan yang baik adalah yang memiliki jiwa. Setiap guratan dan tarikan garis pada setiap lukisan karya Vincent adalah gambaran emosi yang ia rasakan. Begitu hidup.
Inilah buku yang menceritakan tidak saja mengenai proses kreatif sebuah karya seni yang mengagumkan namun juga kesepian dan keterasingan yang dirasakan oleh si pelukis. Dibalik kesuksesan -yang tidak pernah dirasakan si pelukis selama ia hidup-, Vincent, adalah sosok sang adik tercinta, Theo, yang tidak pernah putus mendukungnya. Theo memercayai bahwa suatu saat dunia akan mengerti dan memahami keindahan karya-karya sang kakak.
“How rich art is; if one can only remember what one has seen, one is never without food for thought or truly lonely, never alone.”
0 komentar:
Posting Komentar